Rabu, 17 September 2014
Selasa, 02 September 2014
Kereta ini berjalan terlalu cepat.
Kopi siang ini seperti jelaga. Hitam. Pahit. Serik. Panas. Rasanya seperti residu masa lalu. Yang mengingatkan perempuan itu bahwa kamu masih disana, menunggu.
Bukan, bukannya perempuan itu tidak mau menunggu. Ia terbawa arus waktu, yang entah kenapa selalu mengalir dengan sangat deras. Makin jauh dari keriuhan. Perempuan itu juga masih menunggu. Menunggu kamu untuk mengejarnya. Sambil berusaha menyulap masa, agar tidak terlalu jauh terpisah denganmu.
"Kamu lama", pikir perempuan itu. Kamu tidak tahu, bahwa perempuan itu (masih) menunggu kamu untuk mengejarnya. Jendela hati perempuan itu berembun. Dan kamu tidak tahu bahwa masih kamulah penyebabnya. Perempuan itu egois. Perempuan itu tidak mau berbalik.
Namun ia selalu menyempatkan diri menengok ke belakang, berusaha melihatmu dari kejauhan.
Kamu dan perempuan itu. Mungkin kalian pernah berhenti cukup lama di sebuah stasiun yang sama. Stasiun yang kecil dan sederhana, cenderung usang dan tidak terawat, namun tetap berdiri kokoh dan tidak terganggu oleh apapun. Namun ternyata kereta yang kalian naiki berbeda.
Perempuan itu pernah berhenti di stasiun yang lain, mungkin kamu juga. Tapi perempuan itu tidak pernah menemukan pemberhentian yang lebih nyaman.
Dan perempuan itu masih berpikir, andai saja ia menaiki kereta yang sama denganmu...
Bukan, bukannya perempuan itu tidak mau menunggu. Ia terbawa arus waktu, yang entah kenapa selalu mengalir dengan sangat deras. Makin jauh dari keriuhan. Perempuan itu juga masih menunggu. Menunggu kamu untuk mengejarnya. Sambil berusaha menyulap masa, agar tidak terlalu jauh terpisah denganmu.
"Kamu lama", pikir perempuan itu. Kamu tidak tahu, bahwa perempuan itu (masih) menunggu kamu untuk mengejarnya. Jendela hati perempuan itu berembun. Dan kamu tidak tahu bahwa masih kamulah penyebabnya. Perempuan itu egois. Perempuan itu tidak mau berbalik.
Namun ia selalu menyempatkan diri menengok ke belakang, berusaha melihatmu dari kejauhan.
Kamu dan perempuan itu. Mungkin kalian pernah berhenti cukup lama di sebuah stasiun yang sama. Stasiun yang kecil dan sederhana, cenderung usang dan tidak terawat, namun tetap berdiri kokoh dan tidak terganggu oleh apapun. Namun ternyata kereta yang kalian naiki berbeda.
Perempuan itu pernah berhenti di stasiun yang lain, mungkin kamu juga. Tapi perempuan itu tidak pernah menemukan pemberhentian yang lebih nyaman.
Dan perempuan itu masih berpikir, andai saja ia menaiki kereta yang sama denganmu...
Senin, 01 September 2014
dunia seratus-delapan-puluh derajat
Because sometimes reality sucks, thats just it.
Belum genap sebulan gue di sini, dan gue sudah mulai merasa kehilangan segalanya. I led a totally different life previously. . . dan gue gak tau apakah gue sedang berjalan ke arah yang benar. Tersesat. Hilang. And i'm starting to miss everyone.
Belum genap sebulan gue di sini, dan gue merasa sudah berada di titik jenuh. Jenuh sejenuh-jenuhnya. Huft. Kalo gini caranya mau ngapain gue empat tahun ke depan..................................... /kemudian hening yang sangat panjang/
Semuanya di sini kentang sekali. Ah sudahlah.
Hidup di sini membuat gue sadar bahwa if i could give my mom a score for being a mom, I'd gladly give her 10000000000/100. She's the best thing I've ever had.
She was the one to hold me the night the sky fell down.
Dan gue gak mau langit itu jatuh untuk yang kedua kalinya.
Kalo lagi begini, imajinasi gue sering membuat skenario kurang masuk akal. . . yang berasal dari trauma waktu itu. Gue pernah kehilangan, dan rasanya gak bisa diungkapin pake kata - kata. The world became sepia-colored and a big crack was formed on the ground... and on my heart. Gue takut semua itu terulang. Dan kalo itu sampe terulang lagi, i swear no one could hold me from crumbling into pieces.
Tuhan, tolong jaga orang-orang yang Dewi sayang. I'm not that strong. I need my mom, in every aspect of my life. Call me spoiled brat, I am. Tapi gue gak sanggup untuk kehilangan untuk yang kedua kalinya.
.
.
.
Dan ternyata homesick itu nyata dan benar adanya.
Belum genap sebulan gue di sini, dan gue sudah mulai merasa kehilangan segalanya. I led a totally different life previously. . . dan gue gak tau apakah gue sedang berjalan ke arah yang benar. Tersesat. Hilang. And i'm starting to miss everyone.
Belum genap sebulan gue di sini, dan gue merasa sudah berada di titik jenuh. Jenuh sejenuh-jenuhnya. Huft. Kalo gini caranya mau ngapain gue empat tahun ke depan..................................... /kemudian hening yang sangat panjang/
Semuanya di sini kentang sekali. Ah sudahlah.
Hidup di sini membuat gue sadar bahwa if i could give my mom a score for being a mom, I'd gladly give her 10000000000/100. She's the best thing I've ever had.
She was the one to hold me the night the sky fell down.
Dan gue gak mau langit itu jatuh untuk yang kedua kalinya.
Kalo lagi begini, imajinasi gue sering membuat skenario kurang masuk akal. . . yang berasal dari trauma waktu itu. Gue pernah kehilangan, dan rasanya gak bisa diungkapin pake kata - kata. The world became sepia-colored and a big crack was formed on the ground... and on my heart. Gue takut semua itu terulang. Dan kalo itu sampe terulang lagi, i swear no one could hold me from crumbling into pieces.
Tuhan, tolong jaga orang-orang yang Dewi sayang. I'm not that strong. I need my mom, in every aspect of my life. Call me spoiled brat, I am. Tapi gue gak sanggup untuk kehilangan untuk yang kedua kalinya.
.
.
.
Dan ternyata homesick itu nyata dan benar adanya.
Langganan:
Postingan (Atom)